Rabu, 06 Juni 2012

Manusia Dan Keadilan

Tamak = Sengsara


Keadilan dalam Sebuah Negara atau Kerajaan amatlah diperlukan bagi seorang pemimpin. Jika pemimpin tersebut tidak adil dalam mengatur rakyatnya maka yang terjadi adalah kehancuran. Sebagai pemimpin wajib sekali memiliki sikap adil, tanggung jawab, dan bijaksana. Keadilan yang hakiki dapat membuat rakyat bahagia. Sebagai Contoh Kisah dewa Apollo yang melawan kewenang-wenangan Raja Zanes dalam mengatur rakyatnya.  
Alraja Zanas memerintah dengan sewenang-wenang. Kegemarannya menumpuk harta sebanyak mungkin yang diperolehnya dari pajak rakyatnya. Raja Zanas selain tamak juga
seorang raja yang sangat kikir. Rakyat yang hidup sengsara tidak sekalipun pernah dipikirkannya. Anehnya raja yang zalim itu mempunyai kegemaran mendengarkan musik. 
  
Padahal kata orang-orang bijak musik dapat memperhalus perasaan. Oleh karena itu yang
menyukainya akan mempunyai perasaan yang lembut tetapi cerdas. Salah satu kegemaran
Raja Zanas adalah mendengarkan tiupan suling. Kebetulan di negerinya ada seorang peniup
seruling yang sangat pandai bernama Tarajan. 
  
Raja Zanas sangat memanjakan Tarajan dan kerap mengirim peniup seruling itu ke seluruh
penjuru negeri bahkan ke luar kerajaannya untuk berlomba. Tarajan selalu jadi juara pertama
dan memperoleh hadiah-hadiah yang menggiurkan. Sayang karena hal itu Tarajan jadi
sombong dan congkak. Karena sombongnya Tarajan mengaku dapat mengalahkan Dewa
Apolo. Seorang Dewa bangsa Yunani yang sangat menguasai seni musik. 
  
Tarajan mengusulkan pada Raja Zanas agar ia dipertandingkan dengan Apolo. Usul itu diterima
dengan baik bahkan raja merasa bangga jika Tarajan dapat mengalahkan pemain musik dari
kerajaan langit itu. Dewa Apolo yang mendengar tantangan itu menyanggupi. Justru Dewa itu
ingin memberi pelajaran pada Tarajan dan Raja Zanas yang berkelakuan tidak lazim.
  
“Seandainya aku kalah biarlah aku mengabdi pada Raja Zanas seumur hidupku. Tetapi
andaikan aku yang menang aku minta separuh kerajaanmu dan kuserahkan pada rakyatmu”
kata Dewa Apolo. Raja Zanas dan Tarajan setuju. Mereka begitu yakin dapat mengalahkan
Apolo yang tampak masih sangat muda itu. 
  
Pada hari yang telah ditentukan pertandingan dimulai. Seluruh rakyat tumpah ruah ke halaman
Istana. Sedangkan Dewa Zeus sebagai penguasa seluruh khayangan ikut menyaksikan tanpa
seorang pun yang tahu. Sebagai penantang Tarajan dipersilakan meniup seruling terlebih
dahulu. Dengan pongah Tarajan naik ke atas podium lalu segera meniup serulingnya. Seruling
emas berbalut intan permata milik Tarajan segera mengumandangkan lagu-lagi yang sangat
merdu. Naik turun seperti ombak. Lembut seperti angin pesisir. Bergolak seperti ombak
menerjang karang. 
  
Semua yang mendengarkan bagaikan tersihir. Begitu hebatnya tiupan seruling Tarajan. Raja
Zanas tertawa terbahak-bahak dan yakin sekali peniup serulingnya akan keluar jadi pemenang.
Tetapi Dewa Apolo tenang. Diam bagaikan patung, tetapi bibirnya tersenyum. Pertanda kagum
juga pada permainan seruling Tarajan. Dan ketika usai sorak ssorai seperti membelah angkasa.
Tarajan berdiri berkacak pinggang dengan wajah sangat pongah. 
  
Ketika giliran Dewa Apolo, Dewa kesenian itu mengangkat serulingnya dengan cantik sekali.
Lembut bagaikan menimang bayi suci. Dan ketika bibirnya mulai meniupkan sebuah lagu, langit
berpendar-pendar antara siang dan malam. Rakyat yang menonton terhanyut dalam irama
yang luar biasa indah. Dengan mata terpejam semua menari dengan lembut sekali. Mereka pun
menyanyi sebuah lagu kedamaian yang sekonyong saja mampu dinyanyikan. Rakyat yang
jumlahnya tidak terhitung itu larut dalam lagu-lagu dan irama yang sebelumnya tidak pernah
mereka dengarkan tetapi sangat merdu mendayu-dayu. 
  
Akhirnya Dewa Zeus yang menampakkan diri menyatakan Apolo sebagai pemenangnya. Dan
meminta Raja Zanas seger memberikan separuh kerajaannya pada rakyatnya. Tetapi raja kikir
itu menolakk hingga membuat Dewa Zeus marah. “Selama kau tidak memberikan pada rakyat
apa yang telah kau janjikan, maka telingamu akan membesar setiap hari.” Kata Dewa Zeus. 
  
Memang benar. Telinga Raja Zanas tiap hari semakin besar hingga sangat berat dan
membuatnya tidak bisa berdiri apalagi berjalan. Jadilah ia raja bertelinga keledai. Akhirnya Raja
Zanas menyerahkan separuh kerajaannya pada rakyatnya. Dan berjanji tidak lagi kikir dan
tamak. Dewa Zeuslah saksi dari ucapannya.

Jadi, Sebagai Pemimpin harus memiliki sifat adil dan bijaksana. jangan sekali kali sebagai pemimpin berlaku curang seperti KKN, yang membuat rakyat menjadi menderita dan sengsara..





0 comments:

Posting Komentar